Akhirnya, daun yang bertuliskan namanya itu menguning, merapuh
Kemudian perlahan-lahan jatuh; dari
pohon itu, yang konon berada di langit ketujuh
Tepat ketika ia duduk bersimpuh
Dan lalu, keningnya menyentuh tanah
berpeluh
Dalam sujud penuh kerendahan, yang
melumat segala angkuh
Akan
kuceritakan perihal ia yang menggebu merindu Sang Kekasih
Bahwa
telah lama ia terpaut kerinduan yang memanggil
Dan
oleh karenanya, selama ini, ia berjalan menuju rumah Sang Pujaan
Untuk
dapat bersua dan melepas duka
Agar
bisa mengadukan luka; memeluk cinta
Walau
begitu, langkahnya tak pelak bernestapa dalam derita,
Perjalanan
mencari di berbagai sudut persimpangan
Yang
akan mengantarkan entah kemana
Kadangkala
dilihatnya serumpun bakung menggoda;
dalam
kumpulan kembang setaman,
mata
air dan fatamorgana
Akan
tetapi, hasrat rindu tak hendak menunggu lama,
Sang
Kekasih pun terus saja memanggil-manggil nama
Meski
harus ia menelan pahit prahara;
Gunung
air mata dan badai bencana
Tentu
saja, cinta memang harus diuji kesetiaannya!
Dan
maka, suatu ketika; pada jingga sepotong senja
Tiba
ia di rumah Kekasih dipuja
Suka
citalah ia, menarilah ia; sekedar melepas dahaga
Sampai
kemudian, tenang dirinya, tercengang ia dalam tanya
Seolah
ada yang terlupa, tersadar; dan tak asing dikenalinya
Bahwa,
selama ini ia hanya mencari-cari rumahnya saja
24 Agustus 2015
No comments:
Post a Comment