Wednesday, September 2, 2015

Pulang


Akhirnya, daun yang bertuliskan namanya itu menguning, merapuh
Kemudian perlahan-lahan jatuh; dari pohon itu, yang konon berada di langit ketujuh
Tepat ketika ia duduk bersimpuh
Dan lalu, keningnya menyentuh tanah berpeluh
Dalam sujud penuh kerendahan, yang melumat segala angkuh

Akan kuceritakan perihal ia yang menggebu merindu Sang Kekasih
Bahwa telah lama ia terpaut kerinduan yang memanggil
Dan oleh karenanya, selama ini, ia berjalan menuju rumah Sang Pujaan
Untuk dapat bersua dan melepas duka
Agar bisa mengadukan luka; memeluk cinta

Walau begitu, langkahnya tak pelak bernestapa dalam derita,
Perjalanan mencari di berbagai sudut persimpangan
Yang akan mengantarkan entah kemana

Kadangkala dilihatnya serumpun bakung menggoda;
dalam kumpulan kembang setaman,
mata air dan fatamorgana

Akan tetapi, hasrat rindu tak hendak menunggu lama,
Sang Kekasih pun terus saja memanggil-manggil nama
Meski harus ia menelan pahit prahara;
Gunung air mata dan badai bencana
Tentu saja, cinta memang harus diuji kesetiaannya!

Dan maka, suatu ketika; pada jingga sepotong senja
Tiba ia di rumah Kekasih dipuja
Suka citalah ia, menarilah ia; sekedar melepas dahaga

Sampai kemudian, tenang dirinya, tercengang ia dalam tanya
Seolah ada yang terlupa, tersadar; dan tak asing dikenalinya
Bahwa, selama ini ia hanya mencari-cari rumahnya saja



24 Agustus 2015

No comments:

Post a Comment