Tuesday, January 5, 2016

Samsara




“Pada mulanya manusia adalah makhluk yang bingung. Kemudian Tuhan memberikan petunjukNya melalui para nabi, dan mereka yang mengagungkan rasio benar-benar diuji dengan sesuatu yang tidak terjangkau oleh nalar bernama: keimanan .”

***
Kemarin pagi saya terbangun dan mendapati diri saya dalam perasaan yang aneh (atau lebih tepatnya mengerikan). Semacam perasaan ketakutan terhadap kematian. Saya terjaga dari tidur dan menyadari bahwa diri saya ada. Selanjutnya, entah bagaimana itu terjadi tetapi tiba-tiba saja menghantui kepala saya dan menerornya dengan perasaan takut yang luar biasa. Perasaan itu membuat saya panik dan cemas yang berlebihan. Kemudian saya melakukan sholat sunnah apapun yang saya ketahui. Lalu mencoba menghubungi keluarga, orang terdekat, dan, ehm, pacar (atau apapun itu istilahnya). Hanya sekedar berbicara dan meminta maaf dengan cara senormal mungkin yang saya bisa.

Thanatophobia adalah perasaan takut terhadap kematian. Dengan sederhana dapat diartikan sebagai perasaan takut “mengalami proses kematian”, atau takut terhadap “kematian itu sendiri”.  Orang yang mengidap thanatophobia akan mengalami kecemasan tentang situasi kematian, proses kematian, dan hal-hal yang berhubungan dengan kematian dirinya.  Di situasi seperti itu si pengidap akan merasakan perasaan seperti terdesak, sesak nafas, bingung, dan kehilangan kontrol diri. Meski memiliki gejala yang mirip, tetapi saya yakin apa yang saya alami bukanlah thanatophobia. Itu seperti kebalikan dari thanatophobia, yaitu; takut terhadap eksistensi itu sendiri.

"Kesadaran atas eksistensi diri adalah hal yang mengerikan, dan tak ada yang lebih mengerikan dari segalanya selain konsekuensi atas eksistensi diri."

Perasaan serupa sebenarnya pernah saya alami beberapa tahun lalu. Itu terjadi ketika saya dalam masa-masa identifikasi diri dan berhamburan semua pertanyaan eksistensial dalam kepala saya. Tentang kesadaran individu yang harus saya terima dan alami di dalam tubuh yang terlanjur saya diami sekarang. Lebih jauh, membuat saya berpikir; mengapa saya tidak tercipta saja sebagai tumbuhan yang tidak memiliki kesadaran dan tak memiliki tanggung jawab seberat makhluk yang memiliki otoritas opsional bernama manusia? Ataukah, bukankah lebih baik menjadi tidak ada sama sekali dari pada menjadi ada? Tidak mengalami apa-apa; sakit dan senang, karena memang tidak ada nama untuk itu.

Setiap hal yang eksis secara materi maupun metafisika memiliki konsekuensinya sendiri. Lalu, seperti maha substansi relatif bernama ruang dan waktu, Tuhan menciptakan surga dan neraka sebagai konsekuensi abadi bagi makhluk yang dianugerahi (atau dikutuk) dengan kesadaran dan tanggung jawab bernama manusia. Dan tentu saja, saya tidak mau berpikir terlalu banyak tentang keabadian. Singkatnya, saya dilanda ketakutan setengah mati terhadap konsekuensi keberadaan yang harus saya tanggung di dunia ini, atau nanti.

Maka begitulah, bayang-bayang ketakutan itu lalu menghantui saya. Untuk waktu yang tidak terduga, saya masih belum mengerti mengapa Tuhan tiba-tiba menitipkan lagi perasaan itu kepada saya kemarin pagi. Dan dalam situasi diteror perasaan seperti itu, percayalah, setiap episode South Park dan Family Guy --tipikal film kartun Amerika yang gemar menjadikan Tuhan (maupun tuhan) dan agama atau hal-hal metafisik lainnya sebagai lelucon, akan menjadi sangat tidak lucu sama sekali. Oh, kematian memang sama sekali tidak lucu.

"Dalam gelap aku meraba-raba. Mencari-cari jalan menujuMu. Untuk sampai dan bersimpuh di hadapMu. Kemudian menangis sejadi-jadinya dalam sujudku."

***

“And We will surely test you with something of fear and hunger and a loss of wealth and lives and fruits, but give good tidings to the patient.”

-Al Baqarah : 155

No comments:

Post a Comment