Monday, March 10, 2014

Pecahan Memori

Pada akhirnya setiap momen hanya akan menjadi memori masa lalu. Se-emosional apapun masa lalu dikenang, ingatan tetap tidak akan mengembalikan waktu-waktu yang hilang.

Rotasi bumi menuju tengah malam. Kami duduk di pojokan taman kota. Menikmati kopi panas dan berbincang banyak hal. Walaupun cuaca di bulan-bulan penghujan malam ini lebih memberikan kesan kesenduan dari pada waktu yang tepat untuk berkumpul. Tetapi saya betah berlama-lama duduk. Entah apa yang kami rayakan. Mungkin kebersamaan selagi kami masih saling mengenal. Aktivitas seperti ini mengingatkan saya pada Stasiun Tugu, Malioboro, Jembatan Kali code dan seluruh pojokan Jogja bagian mana pun yang pernah kami singgahi berikut dengan seluruh pernak-pernik dan suasana artifisial keramaian malam. Momen serupa. Duduk-duduk. Menyapa hedonisme malam dan memperbincangkan banyak hal dari sudut pandang tidak biasa. Saya, dan beberapa kawan waktu itu yang entah bagaimana mereka sekarang. Ya, entah bagaimana mereka sekarang.

Saya sepakat kata-kata seseorang yang saya kenal, “ada yang penting sekaligus mubazir dalam hal mengenang waktu”. Kemubaziran yang adil ketika kita menyadari bahwa hidup sesungguhnya hanyalah sekedar “numpang lewat”.  Terdengar absurd. Tetapi memang begitulah kenyataannya. Perjalanan hidup merelokasi kita dari setiap episode kehidupan ke episode selanjutnya. Waktu berlalu, episode berganti dan mengubah setiap orang yang ditemui menjadi orang lain kembali setelah sebelumnya saling mulai mengenal sebagai orang lain. Waktu mempertemukan wajah-wajah asing, ide-ide asing, emosi yang asing untuk kemudian melupakannya sebagai sesuatu yang akan menjadi asing bagi kehidupan selanjutnya.

Seperti banyak hal di muka bumi ini, kelak tak lagi sama. Meregresi nilai-nilai yang pernah memiliki romantismenya sendiri. Entah ini sebuah fase atau memang manusia ditakdirkan untuk memiliki sebuah kehilangan. Kehilangan berbagai macam jenis romantika bahkan momen heroik yang seiring pertukaran posisi matahari dan gulita selalu melahirkan romantika baru sekaligus kehilangan yang baru.

Maka sebelum semua itu terjadi, kami hanya harus bersandiwara menghayati momen ini. Tak perlu sedalam-dalamnya, hanya sesederhana mungkin. Berusaha meninggalkan kesan yang cukup layak untuk diingat dan berpura-pura menerima. Walau toh pada akhirnya, kami hanya akan menjadi orang lain.

Suatu saat orientasi hidup hanya akan menciptakan jarak. Dan melumat segala kesah malam ini.

No comments:

Post a Comment