Pada akhirnya setiap momen hanya akan
menjadi memori masa lalu. Se-emosional apapun masa lalu dikenang, ingatan tetap
tidak akan mengembalikan waktu-waktu yang hilang.
Rotasi
bumi menuju tengah malam. Kami duduk di pojokan taman kota. Menikmati kopi
panas dan berbincang banyak hal. Walaupun cuaca di bulan-bulan penghujan malam
ini lebih memberikan kesan kesenduan dari pada waktu yang tepat untuk
berkumpul. Tetapi saya betah berlama-lama duduk. Entah apa yang kami rayakan.
Mungkin kebersamaan selagi kami masih saling mengenal. Aktivitas seperti ini
mengingatkan saya pada Stasiun Tugu, Malioboro, Jembatan Kali code dan seluruh
pojokan Jogja bagian mana pun yang pernah kami singgahi berikut dengan seluruh
pernak-pernik dan suasana artifisial keramaian malam. Momen serupa.
Duduk-duduk. Menyapa hedonisme malam dan memperbincangkan banyak hal dari sudut
pandang tidak biasa. Saya, dan beberapa kawan waktu itu yang entah bagaimana
mereka sekarang. Ya, entah bagaimana mereka sekarang.
Saya
sepakat kata-kata seseorang yang saya kenal, “ada yang penting sekaligus
mubazir dalam hal mengenang waktu”. Kemubaziran yang adil ketika kita menyadari
bahwa hidup sesungguhnya hanyalah sekedar “numpang lewat”. Terdengar absurd. Tetapi memang begitulah
kenyataannya. Perjalanan hidup merelokasi kita dari setiap episode kehidupan ke
episode selanjutnya. Waktu berlalu, episode berganti dan mengubah setiap orang
yang ditemui menjadi orang lain kembali setelah sebelumnya saling mulai
mengenal sebagai orang lain. Waktu mempertemukan wajah-wajah asing, ide-ide
asing, emosi yang asing untuk kemudian melupakannya sebagai sesuatu yang akan
menjadi asing bagi kehidupan selanjutnya.
Seperti
banyak hal di muka bumi ini, kelak tak lagi sama. Meregresi nilai-nilai yang
pernah memiliki romantismenya sendiri. Entah ini sebuah fase atau memang
manusia ditakdirkan untuk memiliki sebuah kehilangan. Kehilangan berbagai macam
jenis romantika bahkan momen heroik yang seiring pertukaran posisi matahari dan
gulita selalu melahirkan romantika baru sekaligus kehilangan yang baru.
Maka
sebelum semua itu terjadi, kami hanya harus bersandiwara menghayati momen ini.
Tak perlu sedalam-dalamnya, hanya sesederhana mungkin. Berusaha meninggalkan
kesan yang cukup layak untuk diingat dan berpura-pura menerima. Walau toh pada
akhirnya, kami hanya akan menjadi orang lain.
Suatu saat orientasi hidup hanya akan
menciptakan jarak. Dan melumat segala kesah malam ini.
No comments:
Post a Comment