Wednesday, December 30, 2015

Metanoia #3




“Do the people think that they will be left to say, “We believe” and they will not be tried?”

“But We have certainly tried those before them, and Allah will surely make evident those who are truthful, and He will surely make evident the liars.”

-Al Ankabut : 2-3

***

di pintuMu aku mengetuk

tidak bisa berpaling

-Chairil Anwar

Tuesday, December 29, 2015

Metanoia #2



Beberapa hari yang lalu saya tertampar oleh kata-kata seorang kawan. Remeh dan sederhana, bahkan mungkin dia tidak menyadarinya. Tetapi bagi saya itu adalah tamparan luar biasa terhadap apa yang terjadi dalam diri saya akhir-akhir ini. 


Tidak penting menjelaskan keadaan psikologis seseorang, beberapa situasi kadang tidak dapat dideskripsikan oleh kata-kata. Singkatnya, dalam fase ini saya sering merasa diteror oleh perasaan-perasaan ketakutan, kosong, dan bingung.


Ceritanya dia menawarkan sebuah film serial produksi HBO dan saya menolaknya, kira-kira percakapannya seperti ini.

“Udah nonton Game of Throne belum? Bagus loh.” Sembari memperlihatkan preview adegan-adegan film itu.

“Serial ya? Males ah. Apalagi keeropa-eropaan gitu. Gak suka.”

“Tonton aja satu episode dulu. Kan dulu pas saya tawarin Attack on Titan juga kamu sok-sok gak suka awalnya, ujung-ujungnya suka.”

Kemudian sambil tertawa dia bilang,

“Jangan terlalu antipati lah, agak dibuka sedikit pikirannya…”

Saya agak tersentak mendengar kalimat terakhir, kemudian diam. 


***

"I am as My Servant thinks I am." 

-Hadith Qudsi

Saturday, December 26, 2015

Levanter


Jalan-jalan bercabang
Kuldesak dan gelap
Aku meminta arah
Kenapa?
Karena aku buta dan sesat
Semoga Engkau tidak tega untuk tidak menuntunku

Letih nafas yang melemah
Pilu dan ringkih
Aku memohon kekuatan
Kenapa?
Karena aku lapar dan lelah
Semoga Engkau tidak berat hati untuk menyuapiku

Noda-noda berjelaga
Kotor dan hitam
Aku berharap ampunan
Kenapa?
Karena aku hina dan bodoh
Semoga Engkau tidak sampai hati tidak memaafkanku

Cinta yang berdenyut
Sunyi dan tersembunyi
Aku bermunajat pertemuan
Kenapa?
Karena aku rindu dan mencari
Semoga Engkau tidak enggan untuk membuka pintu

Desember 2015

Saturday, December 19, 2015

Metanoia





Dalam A Thousand Words, Eddie Murphy adalah Jack McCall, seorang agen penerbit buku yang dikutuk "terhubung" dengan sebatang pohon ajaib milik Dr. Sinja, seorang praktisi spiritual yang menemukan rahasia hidup sebagai apa yang dia sebut sebagai "mutiara biru". Demi memperoleh kontrak dengan Sinja, McCall mati-matian memanipulasi Sinja untuk meyakinkan Sinja agar memilih dirinya sebagai editor untuk bukunya, walau sesungguhnya McCall sendiri tidak setuju dengan filosofi Sinja. McCall adalah jenis manusia banyak bicara, pandai bernegosiasi, cerewet dan mahir meyakinkan orang lain. Namun kutukan itu bekerja ketika McCall berbicara. Semakin banyak ia bicara, semakin banyak daun-daun berguguran, semakin McCall merasakan sakit.


Pada akhirnya bila semua daun habis, maka McCall akan mati. Alhasil, ia harus berhemat kata-kata. Akibat "sikap diamnya", banyak kawan-kawannya yang salah mengartikan sikapnya, bahkan istrinya bingung ketika McCall berkomunikasi dengan bahasa isyarat. Sikap diam McCall akhirnya semakin menimbulkan masalah-masalah baru. Namun dalam perjalanan di antara masalah-masalah tersebut, McCall justru tersadar dan belajar memahami kehidupan. Pada akhirnya kutukan tersebut tanpa disadari mengantarkan McCall menemukan rahasia hidup tentang kebahagiaan; kesederhanaan, memberi dan menerima. 


Paralel dengan kutipan Pram, hidup itu sederhana, interpretasilah yang berbelit-belit. Bukan kata-kata yang membikin rumit, penafsirannyalah yang membuat pelik.

Thursday, December 10, 2015

Perihal Kehilangan

 
Suatu hari lelaki itu terbangun dan mendapati bahwa semua benar-benar sudah berubah. Orang-orang berubah, jalan-jalan berubah, taman di tengah kota itu berubah. Semua berubah karena waktu juga berubah. Tapi, hei, benarkah semua sudah berubah? Benarkah kenyataan bahwa dunia tega-teganya menjelma menjadi panggung raksasa yang sama sekali tidak dikenalinya? Ataukah selama ini dirinyalah yang diam-diam berubah secara psikologis dan melihat segalanya dari sudut yang lain? Yang membuatnya menerima informasi-informasi yang berbeda dengan pemaknaan yang berbeda pula? Entahlah. Tapi baginya sekarang semua terasa asing. Orang-orang di sekitarnya, jalan-jalan di penjuru rumahnya, dan taman di tengah kota itu. Apakah dia sedih? Mungkin.

***

Perempuan itu baru saja menonton sebuah pertunjukan teater di sebuah pojok kota. Hal yang dulu sangat disukainya. Menyaksikan kehidupan pada sebuah peran. Melihat ekspresinya dari dekat dan merasakan emosi pada keharuan. Itu dulu, sebelum akhirnya sore ini dia pulang dengan perasaan seperti mendapati suatu kesia-siaan. Dia tidak lagi menemukan sesuatu yang dikenalinya. Semua tampak berbeda. Tarian-tarian itu, puisi-puisi itu, dendang lagu itu. Seolah-olah dia baru saja menyaksikan representasi dari maha kehidupan ganjil yang tak pernah dia tinggali. Tapi, benarkah mereka telah berubah? Ataukah dunianya selama inilah yang membentuk dirinya menjelma menjadi orang yang tak lagi dekat pada keheningan? Entahlah. Apakah dia sedih? Mungkin.